Sabtu, 20 Februari 2010

Mengenal Lebih Dekat Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

Pengantar:
Tulisan berikut ini diambilkan dari suntingan makalah TOT Manajemn Efektif dan Pembelajaran Aktif Dosen PTAIN se-Indonesia di UIN Yogyakarta tahun 2004. Membaca gagasan dalam tulisan ini kita akan mendapatkan penjelasan yang memdai tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Esensi dari munculnya KBK adalah sejalan dengan makna arus pembaharuan pendidikan dan pembelajaran yang selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tak pernah berhenti. Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan pembelajaran. Apa dan bagaimaimana selanjutnya dapat mengikuti alur fikiran dalam tulisan ini (Gja).
 
Masa depan kita ditandai dan dibanjiri oleh informasi tehnologi dan juga perubahan yang amat cepat (massif). Hal ini dikarenakan masyarakat dunia telah terjangkiti oleh revolusi di bidang ilmu, teknologi dan seni, serta arus globalisasi, sehingga menuntut kesiapan semua pihak untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Artinya kita harus mampu menghadapi masyarakat yang sangat kompleks dan global.
Dalam konteks inilah pembaharuan dalam bidang pendidikan dan pembelajaran selalu dilaksanakan dari waktu ke waktu dan tak pernah henti (never ending process). Pendidikan dan pembelajaran berbasis kompetensi merupakan contoh hasil perubahan dimaksud dengan tujuan untuk meningkatkan kulitas pendidikan dan pembelajaran.
 
Pendidikan berbasis kompetensi menekankan pada kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan suatu jenjang pendidikan. Kompetensi yang sering disebut dengan standar kompetensi adalah kemampuan yang secara umum harus dikuasai lulusan. Kompetensi menurut Hall dan Jones (1976: 29) adalah “pernyataan yang menggambarkan penampilan suatu kemampuan tertentu secara bulat yang merupakan perpaduan antara pengetahuan dan kemampuan yang dapat diamati dan diukur”. Kompetensi (kemampuan) lulusan merupakan modal utama untuk bersaing di tingkat global, karena persaingan yang terjadi adalah pada kemampuan sumber daya manusia. Oleh karena. itu, penerapan pendidikan berbasis kompetensi diharapkan akan menghasilkan lulusan yang mampu berkompetisi di tingkat global. Implikasi pendidikan berbasis kompetensi adalah pengembangan silabus dan sistem penilaian berbasiskan kompetensi.
 
Paradigma pendidikan berbasis kompetensi yang mencakup kurikulum, pembelajaran, dan penilaian, menekankan pencapaian hasil belajar sesuai dengan standar kompetensi. Kurikulum berisi bahan ajar yang diberikan kepada siswa/mahasiswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan prinsip-prinsip pengembangan pembelajaran yang mencakup pemilihan materi, strategi, media, penilaian, dan sumber atau bahan pembelajaran. Tingkat keberhasilan belajar yang dicapai siswa/mahasiswa dapat dilihat pada kemampuan siswa/mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikuasai sesuai dengan staniar prosedur tertentu.

PENGEMBANGAN KURIKULUM

Kurikulum dapat dimaknai sebagai: suatu dokumen atau rencana tertulis mengenai kuahtas pendidikan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui suatu pengalaman belajar. Pengertian ini mengandung arti bahwa kurikulum harus tertuang dalam satu atau beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu berisikan pernyataan mengenai kuahtas yang harus dimiliki seorang peserta didik yang mengikuti kurikulum tersebut aspek lain dari makna kurikulum adalah pengalaman belajar. Pengalaman belajar di sini dimaksudkan adalah pengalaman belajar yang dialami oleh peserta didik seperti yang direncanakan dalam dokumen tertuhs. Pengalaman belajar peserta didik tersebut adalah konsekuensi langsung dari dokumen tertulis yang dikembangkan oleh dosen/instruktur/pendidik. Dokumen tertulis yang dikembangkan dosen ini dinamakan Rencana Perkuliahan/Satuan Pembelajaran. Pengalaman belajar ini memberikan dampak langsung terhadap hasil belajar mahasiswa. Oleh karena itu jika pengalaman belajar ini tidak sesuai dengan rencana tertulis maka hasil belajar yang diperoleh peserta didik tidak dapat dikatakan sebagai hasil dari kurikulum.
 
Ada enam dimensi pengembangan kurikulum untuk pendidikan tinggi yaitu pengembangan ide dasar untuk kurikulum, pengembangan program, rencana perkuliahan/satuan pembelajaran, pengalaman belajar, penilaian dan hasil. Keenam dimensi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu Perencanaan Kurikulum, Implementasi Kurikulum, dan Evaluasi Kurikulum. Perencanaan Kurikulum berkenaan dengan pengernbangan Pokok Pikiran/Ide kurikulum dimana wewenang menentukan ada pada pengambil kebijakan urtuk suatu lembaga pendidikan. Sedangkan Implementasi kurikulum berkenaan dengan pelaksanaan kurikulum di lapangan (lembaga pendidikan/kelas) dimana yang menjadi pengembang dan penentu adaIah dosen/tenaga kependidikan. Evaluasi KurikuIum merupakan kategori ketiga dimana kurikulum dinilai apakah kurikulum memberikan hasil yang sesuai dengan apa yang sudah dirancang ataukah ada masalah lain baik berkenaan dengan salah satu dimensi ataukah keseluruhannya. Dalam konteks ini evaluasi kurikulum dilakukan oleh tim di luar tim pengembang kurikulum dan dilaksanakan setelah kurikulum dianggap cukup waktu untuk menunjukkan kinerja dan prestasinya.
 
KBK Untuk PENDIDIKAN TINGGI

Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Vomor 232/U/2000 Mail menetapkan Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa. Dalam Surat Keputusan tersebut dikemukakan struktur kurikulum. berdasarkan tujuan belajar (1) Learning to know, (2) learning to do, (3) learning to live together, dan (4) learning to be. Bersasarkan pemikiran tentang tujuan belajar tersebut maka mata kuliah dalam kurikulum perguruan tinggi dibagi atas 5 kelompok yaitu: (1) Mata. kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) (2) Mata Kuliah Keilmuan Dan Ketrampilan (MKK) (3) Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB) (4) Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB), dan (5) Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
 
Sedangkan Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi mengemukakan “Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”.
 
Dengan demikian, dapat didefinisikan bahwa Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) adalah kurikulum yang pada tahap perencanaan, terutama dalam tahap pengembangan ide akan dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan pendekatan, kompetensi dapat menjawab tantangan yang muncul. Artinya, pada waktu mengembangkan atau mengadopsi pemikiran kurikulum berbasis kompetensi maka pengembang kurikulum harus mengenal benar landasan filosofi, kekuatan dan kelemahan pendekatan kompetensi dalam menjawab tantangan, serta jangkauan validitas pendekatan tersebut ke masa depan. Harus diingat bahwa kompetensi bersifat terus berkembang sesuai dengan tuntutan dunia kerja atau dunia profesi maupun dunia ilmu.
SK Mendilmas nomor 045 tahun 2002 ini memperkuat perlunya pendekatan KBK dalam pengembangan kurikulum pendidikan tinggi. Bahkan dalam SK Mendiknas 045 pasal 2 ayat (2) dikatakan bahwa kelima kelompok mata kuliah yang dikemukakan dalam SK nomor 232 adalah merupakan elemen-elemen kompetensi.
Selanjutnya, keputusan tersebut menetapkan pula arah pengembangan program yang dinamakan dengan kurikulum inti dan kurikulum institusional. Jika diartikan melalui keputusan nornor 045 maka kurikulum inti berisikan kompetensi utama sedangkan kurikulum institusional berisikan kompetensi pendukung dan kompetensi lainnya.

Kurikulum inti yang merupakan penciri kompetensi utama, bersifat:
a.    dasar untuk mencapai kompetensi lulusan
b.    acuan baku minimal mutu penyelenggaraan program studi
c.    berlaku secara. nasional dan internasional
d.    lentur dan akomodatif terhadap perubahan yang sangat cepat di masa mendatang, clan
e.    kesepakatan bersama antara kalangan perguruan tinggi, masyarakat profesi, dan pengguna lulusan

Sedangkan Kurikulurn institusional berisikan kompetensi pendukung serta kompetensi lain yang bersifat khusus dan gayut dengan kompetensi utama.
Implementasi Kurikulum
Dalam rangka implementasi KBK di perguruan Tinggi, maka hendaknya kita memperlakukan kelima kelompok mata kuliah tersebut sebagai kelompok kompetensi. Dengan demikian maka setiap mata kuliah harus menjabarkan, kompetensi yang dikembangkan mata kuliah tersebut sehingga setiap mata kuliah memiliki matriks kompetensi. Setelah itu dapat dikembangkan matriks yang menggambarkan sumbangan setiap mata kuliah terhadap kelima, kategori kompetensi.

Dengan adanya kurikulum berbasis kompetensi maka sistem penilaian hasil belajar haruslah berubah. Ciri utama perubahan penilaiannya adalah terletak pada pelaksanaan penilaian yang berkelanjutan serta komprehensif, yang mencakup aspek-aspek berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Penilaian proses belajar mengajar
c. Penilaian kompetensi mengajar dosen
d. Penilaian relevansi kurikulum
e. Penilaian daya dukung sarana. dan fasilitas
f. Penilaian program (akreditasi)

Sementara itu strategi yang dapat digunakan adalah:
•    Mengartikulasikan standar dan desain penilaian di lingkungan pendidikan pendidikan tinggi.
•    Mengembangkan kemampuan dosen untuk melakukan dan memanfaatkan proses pernbelajaran
•    Mengembangkan kemampuan subyek didik untuk memanfaatkan hasil penilaian dalam meningkatkan efektifitas belajar mereka
•    Memantau dan menilai dampak jangka panjang terhadap proses dan hasil belajar.

Memang untuk dapat mengembangkan dan mengimplementasikan KBK ini dengan baik sejumlah komponen perlu terlibat secara intens dan memberikan perannya masingmasing sesuai dengan kapasitasnya, antara lain:
a.    Visi dan Misi kelembagaan dan kepemimpinan yang berorientasi kualitas dan akuntabilitas serta peka terhadap dinamika pasar.
b.    Partisipasi seluruh sivitas akademika (dosen, naahasiswa) dalam bentuk “shared vision” dan “mutual commitment” untuk optimasi kegiatan pembelajaran.
c.    Iklim dan kultur akademik yang kondusif untuk proses pengembangan yang berkesinambungan.
d.    Keterlibatan kelompok masyarakat pemrakarsa (stakeholders) serta masyarakat pengguna lulusan itu sendiri.

MENYONGSONG PERSIAPAN KURIKULUM 2004

Dengan akan segera diluncurkannya (lounching) Kurikulum 2004—yang mungkin pelaksanaannya masih tentatif—yakni kurikulum yang lebih dikenal dengan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pada seluruh jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan bahkan untuk pendidikan tinggi yang sudah diluncurkan sejak tahun 2000, tentu banyak menimbulkan masalah baru, lebih-lebih bila dikaitkan dengan pelaksanaan pembelajaran di masing-masing mata kuliah/pelajaran. Para guru, sebagai ujung tombak dari kegiatan pendidikan, perlu memahami secara mendalami tentang konsep dasar Kurikulum Berbasis 
Kompetensi, dalam arti: apa makna hakiki dari KBK, kemana trend KBK harus dibawa/dikembangkan, apa saja komponen yang harus ada, dan bagaimana mengembangkannya, dsb. Lebih-lebih jika dikaitkan dengan era otonomi daerah di mana kewenangan-kewenangan pusat semakin dikurangi, sementara kewenangan daerah menjadi semakin besar dan luas. Sudah barang tentu era otonomi daerah ini juga membawa dampak yang cukup luas, termasuk tentunya untuk bidang pendidikan.
Di era otonomi seperti sekarang ini kurikulum pendidikan yang belaku secara, nasional bukanlah suatu “harga mati” yang harus diterima dan dilaksanakan apa adanya, melainkan masih dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi lapangan, sepanjang tidak menyimpang dari pokok-pokok yang telah digariskan secara, nasional. Dalam hal ini guru/dosen adalah pengembang kurikulum yang berada, dalam kedudukan yang menentukan dan strategis. Jika kurikulum diibaratkan sebagai rambu-rambu lalu lintas, maka guru adalah pejalan kakinya.

Dengan asumsi bahwa gurulah yang paling tahu mengenai tingkat perkembangan peserta didik, perbedaan perorangan (individual) siswa, daya serap, suasana dalam. kegiatan pembelajaran, serta sarana dan sumber yang tersedia, maka guru berwenang untuk menjabarkan dan mengembangkan kurikulum kedalam, silabus pengembangan kurikulum kedalam. silabus ini hendaknya mendasarkan pada beberapa hal, di antaranya: isi (konten), konsep, kecakapan/keterampilan, masalah, serta minat siswa/mahasiswa.
Sesuai dengan jiwa otonomi dalam bidang pendidikan seperti pada Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000, bidang pendidikan dan kebudayaan, pemerintah memiliki wewenang menetapkan: (1) standar kompetensi siswa dan warga belajar serta pengaturan kurikulum nasional dan penilaian hasil belajar secara nasional serta pedoman pelaksanaannya, dan (2) standar materi pelajaran pokok.
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu desain kurikulum yang dikembangkan berdasarkan seperangkat kompetensi tertentu. Mengacu pada pengertian tersebut, dan juga untak merespons terhadap keberadaan PP No.25/2000, maka salah satu kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Depdiknas adalah menyusun standar nasional untuk seluruh mata pelajaran, yang mencakup komponen-komponen; (1) standar kompetensi, (2) kompetensi dasar, (3) materi pokok, dan (4) indikator pencapaian. Sesuai dengan komponen-komponen tersebut maka format Kurikulum 2004 yang memuat standar kompetensi nasional matapelajaran adalah seperti tampak pada

Standar kompetensi diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilari, sikap, dan tingkat penguasaan yang diharapkan dicapai dalam mempelajari suatu matapelajaran. Cakupan standar kompetensi standar isi (content standard) dan standar penampilan (performance standard). Kompetensi dasar, merupakan jabaran dari standar kompetensi, adalah pengetahuan, keterampilan dan sikap minimal yang harus dikuasai dan dapat diperagakan oleh siswa pada masing-masing standar kompetensi. Materi pokok atau materi pembelajaran, yaitu pokok suatu bahan kajian yang dapat berupa bidang ajar, isi, proses, keterampilam, serta konteks keilmuan suatu mata pelajaran. Sedangkan indikator pencapaian dimaksudkan adalah kemampuan-kemampuan yang lebih spesifik yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai ketuntasan belajar.
Selanjutnya pengembangan kurikulum 2004, yang ciri paradigmanya adalah berbasis kompetensi, akan mencakup pengembangan silabus dan sistem penilaiannya. Silabus merupakan acuan untuk merencanakan dan melaksanakan program pembelajaran, sedangkan sistem penilaian mencakup jenis tagihan, bentuk instrumen, dan pelaksanaannya. jenis tagihan adalah berbagai tagihan, seperti ulangan atau tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Bentuk instrumen terkait dengan jawaban yang harus dilakukan oleh siswa, seperti bentuk pilihan ganda atau soal uraian.
 
Pengembangan kurikulum 2004 harus berkaitan dengan tuntutan standar kompetensi, organisasi pengalaman belajar, dan aktivitas untuk mengembangkan dan menguasai kompetensi seefektif mungkin. Proses pengembangan kurikulum berbasis kompetensi juga menggunakan asumsi bahwa siswa yang akan belajar telah memiliki pengetahuan dan keterampilan awal yang dibutuhkan untuk menguasai kompetensi tertentu. Oleh karenanya pengembangan Kurikulum 2004 perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
1.    Berorientasi pada pencapaian hasil dan dampaknya (outcome oriented)
2.    Berbasis pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
3.    Bertolak dari Kompetensi Tamatan/ Lulusan
4.    Memperhatikan prinsip pengembangan kurikulum yang berdfferensiasi
5.    Mengembangkan aspek belajar secara utuh dan menyeluruh (holistik), serta
6.    Menerapkan prinsip ketuntasan belajar (mastery learning).(Gja,Aal, Mb).

sumber: (http://www.ditpertais.net/swara/warta18-05.asp

KODE ETIK GURU INDONESIA

Persatuan Guru Republik Indonesia menyadari bahwa Pendidikan adalah merupakan suatu bidang Pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa dan Tanah Air serta kemanusiaan pada umumnya dan …….Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan Undang –Undang Dasar 1945 . Maka Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya sebagai Guru dengan mempedomani dasar –dasar sebagai berikut :
1.    Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangun yang berjiwa Pancasila
2.    Guru memiliki kejujuran Profesional dalam menerapkan Kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing –masing .
3.    Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik , tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan .
4.    Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik –baiknya bagi kepentingan anak didik
5.    Guru memelihara hubungan dengan masyarakat disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang luas untuk kepentingan pendidikan .
6.    Guru secara sendiri – sendiri dan atau bersama – sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu Profesinya .
7.    Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik berdasarkan lingkungan maupun didalam hubungan keseluruhan .
8.    Guru bersama –sama memelihara membina dan meningkatkan mutu Organisasi Guru Profesional sebagai sarana pengapdiannya.
9.    Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang Pendidikan.

Ciri-Ciri Guru Yang Baik/Efektif

John Goodlad, seorang tokoh pendidikan Amerika Serikat, pernah melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa peran guru amat signifikan bagi setiap keberhasilan proses pembelajaran.
 
Penelitian itu kemudian dipublikasikan dengan titel: Behind the Classroom Doors, yang di dalamnya dijelaskan bahwa ketika para guru telah memasuki ruang kelas dan menutup pintu-pintu kelas itu, maka kualitas pembelajaran akan lebih banyak ditentukan oleh guru. Hal ini sangat masuk akal, karena ketika proses pembelajaran berlangsung, guru dapat melakukan apa saja di kelas. Ia dapat tampil sebagai sosok yang menarik sehingga mampu menebarkan virus nAch (needs for achievement) atau motivasi berprestasi, jika kita meminjam terminologi dari teorinya McCleland. Di dalam kelas itu seorang guru juga dapat tampil sebagai sosok yang mampu membuat siswa berpikir divergent dengan memberikan berbagai pertanyaan yang jawabnya tidak sekedar terkait dengan fakta, ya-tidak. Seorang guru di kelas dapat merumuskan pertanyaan kepada siswa yang memerlukan jawaban secara kreatif, imajinatif – hipotetik, dan sintetik (thought provoking questions).
 
Sebaliknya, dengan otoritasnya di kelas yang begitu besar itu, bagi seorang guru juga tidak menutup kemungkinan untuk tampil sebagai sosok yang membosankan, instruktif, dan tidak mampu menjadi idola bagi siswa di kelas. Bahkan dia juga bisa berkembang ke arah proses pembelajaran yang secara tidak sadar mematikan kreativitas, menumpulkan daya nalar, mengabaikan aspek afektif, dan dengan demikian dapat dimasukkan ke dalam kategori banking concept of education-nya Paulo Friere, atau learning to have-nya Eric From. Pendek kata, untuk melindungi kepentingan siswa, dan juga untuk mengembangkan sumber daya manusia (SDM) di daerah dalam jangka panjang di masa depan, guru memang harus profesional dan efektif di kelasnya masing-masing ketika ia harus melakukan proses belajar-mengajar.
Menurut Gary A. Davis dan Margaret A. Thomas, paling tidak ada empat kelompok besar ciri-ciri guru yang efektif. Keempat kelompok itu terdiri dari:

Pertama, memiliki kemampuan yang terkait dengan iklim belajar di kelas, yang kemudian dapat dirinci lagi menjadi (1) memiliki keterampilan interperso-nal, khususnya kemampuan untuk menunjukkan empati, penghargaan kepada siswa, dan ketulusan; (2) memiliki hubungan baik dengan siswa; (3) mampu menerima, mengakui, dan memperhatikan siswa secara tulus; (4) menunjukkan minat dan antusias yang tinggi dalam mengajar; (5) mampu menciptakan atmosfir untuk tumbuhnya kerja sama dan kohesivitas dalam dan antar kelompok siswa; (6) mampu melibatkan siswa dalam meng-organisasikan dan merencanakan kegiatan pembelajaran; (7) mampu mendengarkan siswa dan menghargai hak siswa untuk berbicara dalam setiap diskusi; (8) mampu meminimal-kan friksi-friksi di kelas jika ada.

Kedua, kemampuan yang terkait dengan strategi manajemen pembelajaran, yang meliputi: (1) memiliki kemampuan untuk menghadapi dan menangani siswa yang tidak memiliki perhatian, suka menyela, mengalihkan pembicaraan, dan mampu memberikan transisi substansi bahan ajar dalam proses pembelajaran; (2) mampu bertanya atau memberikan tugas yang memerlukan tingkatan berpikir yang berbeda untuk semua siswa.

Ketiga, memiliki kemampuan yang terkait dengan pemberian umpan balik (feedback) dan penguatan (reinforcement), yang terdiri dari: (1) mampu memberikan umpan balik yang positif terhadap respon siswa; (2) mampu memberikan respon yang bersifat membantu terhadap siswa yang lamban belajar; (3) mampu memberikan tindak lanjut terhadap jawaban siswa yang kurang memuaskan; (4) Mampu memberikan bantuan profesional kepada siswa jika diperlukan.

Keempat, memiliki kemampuan yang terkait dengan peningkatan diri, terdiri dari: (1) mampu menerapkan kurikulum dan metode mengajar secara inovatif; (2) mampu mem-perluas dan menambah pengetahuan mengenai metode-metode pengajaran; (3) mampu memanfaatkan perencanaan guru secara kelompok untuk menciptakan dan mengembang-kan metode pengajaran yang relevan. -

Menurut Brooks & Brooks (Iim Waliman, dkk. 2001) terdapat beberapa ciri yang menggambarkan seorang guru yang konstruktivis dalam melaksanakan proses pembelajaran siswa, yaitu:
1.    Guru mendorong, menerima inisiatif dan kemandirian siswa.
2.    Guru menggunakan data mentah sebagai sumber utama pada fokus materi pembelajaran.
3.    Guru memberikan tugas-tugas kepada siswa yang terarah pada pelatihan kemampuan mengklasifikasi, menganalisis, memprediksi, dan menciptakan.
4.    Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menguraikan isi pelajaran dan mengubah strategi belajar mengajar.
5.    Guru melakukan penelusuran pemahaman siswa terhadap suatu konsep sebelum memulai pembelajaran.
6.    Guru mendorong terjadinya dialog dengan dan antar siswa.
7.    Guru mendorong siswa untuk berfikir, melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka dan mendorong siswa untuk bertanya sesama teman.
8.    Guru melakukan elaborasi respon siswa siswa, baik yang sudah benar maupun yang belum benar.
9.    Guru melibatkan siswa pada pengalaman yang menimbulkan kontradiksi dengan hipotesis siswa dan mendiskusikannya.
10.    Guru memberikan waktu berfikir yang cukup bagi siswa dalam menjawab pertanyaan
11.    Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba menghubungkan beberapa hal yang dipelajari untuk meningkatkan pemahaman.
12.    Guru di akhir pembelajaran memfasilitasi proses penyimpulan melalui acuan yang benar.

Sumber :
Iim Waliman, dkk. 2001. Pengajaran Demokratis (Modul Manajemen Berbasis Sekolah). Bandung : Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

Para ahli dan cendikian Islam telah menetapkan beberapa ciri seorang guru yang baik. Dengan ciri-ciri berikut, seorang guru diharapkan dapat menjadi guru yang ahli di bidangnya. Ciri-ciri tersebut adalah:

Ikhlas dalam Mengemban Tugas sebagai Pengajar
Ia harus mempunyai falsafah hidup bahwa tugasnya tersebut merupakan bagian dari ibadah. Tentu saja suatu ibadah tidak akan diterima Allah bila tidak disertai dengan keikhlasan. Amat jauh perbedaan antara seorang guru yang ikhlas dan saleh dengan seorang guru yang munafik. Seorang pelajar biasanya dapat berprestasi karena keikhlasan dan kesalehan gurunya. Hal itu telah dijamin oleh Allah dalam firman-Nya berikut: “Hendaklah kalian menjadi orang-orang yang rabbani (orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah), karena kalian selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kalian tetap mempelajarinya,” (QS Ali Imran [3]: 79).

Memegang Amanat dalam Menyampaikan Ilmu
Bagi seorang guru, ilmu merupakan amanat dari Allah yang harus disampaikan kepada anak didiknya dengan tanpa ada yang dikurangi. Ia juga harus menyampaikannya sebaik dan sesempurna mungkin. Jika ada seorang guru menahan atau menyembunyikan ilmu yang dimilikinya, maka ia berarti telah berkhianat pada amanat yang telah diberikan Allah kepadanya.
 
Secara umum Allah telah memerintahkan untuk menyampaikan amanat (kepada yang berhak), termasuk amanat ilmu. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kalian) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kalian menetapkan dengan adil ,” (QS An-Nisa [4]: 58). Rasulullah Saw. juga bersabda, “Seseorang yang tidak mempunyai sifat amanah tidak dapat dikatakan beriman. Seseorang yang tidak menunaikan perjanjian tidak dapat dikatakan mempunyai agama,” (HR Ahmad).

Memiliki Kompetensi dalam Ilmunya
Sudah menjadi keharusan bagi seorang pengemban tugas sebagai pengajar untuk memilki penguasaan yang cukup atas ilmu yang akan ia ajarkan. Ia juga dapat menggunakan sarana-sarana pendukung dalam menyampaikan ilmu. Allah memerintahkan setiap orang untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan yang diinginkan-Nya. Karakter ini berlandaskan sabda Rasulullah Saw. berikut: “Sesungguhnya Allah menyukai seorang di antara kalian yang bila bekerja ia menyelesaikan pekerjaannya (dengan baik),” (HR Al-Baihaqi).

Menjadi Teladan yang Baik bagi Anak Didiknya
Seorang pelajar pasti selalu melihat gurunya. Baginya, seorang guru adalah contoh berakhlak dan bertingkah laku, seperti halnya ia mengambil ilmu darinya. Oleh karena itu, seorang guru berpengaruh besar dalam pembentukan kepribadian seorang murid. Rasulullah sendiri dapat mempengaruhi khalayak ramai saat itu hanya dengan keteladanan beliau yang baik. Tidak heran bila waktu itu banyak orang Arab yang masuk Islam secara beramai-ramai. Tentang pentingnya keteladanan ini, Al-Quran menjelaskan dalam firman Allah Swt. berikut: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah, hari akhir (kiamat), dan dia banyak menyebut Allah,” (QS Al-Ahzab [33]: 21).

Sumber:
http://gurutapteng.wordpress.com/2007/02/27/guru-yang-profesional-dan-efektif/
http://www.cahaya-islam.com/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=327
http://bk-stkip-pontianak.webs.com/apps/blog/show/678257-ciri-ciri-guru-konstruktivis

Kiat – Kiat Sukses Guru Menurut Perspektif Psikologi

Pada jaman sekarang dan yang akan datang ketersediaan sumberdaya alam yang melimpah tidak banyak menentukan kemajuan suatu masyarakat dan bangsa, tetapi faktor kualitas perorangan dan kelompok masyarakat itu sendiri yang menentukan kemajuan (McRae, 1995).Apalagi dengan adanya kecenderungan globalisasi dan transparansi informasi, orang dapat berkomunikasi dan memperoleh informasi dari belahan dunia manapun. Kehidupan menjadi saling tergantung satu sama lain, rentan terhadap perubahan yang terjadi di luar prediksi dan lebih kompetitif. Untuk dapat meraih sukses di dalam karir dan kehidupan, seseorang memerlukan sejumlah kualitas pribadi sebagai modal dasar yang sesuai dengan ni kompetisi yang menuntut kualitas di satu sisi, dan kerjasarna di sisi lain (Suharnan., 1997, 2006). 
 
Bagaimana dengan fenomena yang ada sekarang berkaitan dengan tuntutan dunia kerja dan karir?. Sesuai dengan pengamatan penulis dua tahun terakhir terhadap sejumlah iklan lowongan kerja vang dimuat di beberapa surat kabar nasional, mereka mensyaratkan para calon pelamar kerja dengan kualitas kualitas pribadi tertentu. Syarat syarat yang penting selain seorang pelamar memiliki pendidikan formal dan pengalaman kerja di bidang yang sesuai, juga harus memiliki antara lain adalah motivasi tinggi, keterampilan komunikasi yang baik, kemandirian bekerja, kerjasama tim, ulet dan gigih, menyukai tantangan, berkepribadian menarik, berkemauan membangun relasi. Berdasarkan iklan lowongan kerja itu, paling sedikit untuk jabatan setingkat manajer eksekutif dapat disimpulkan, bahwa ijasah dan transkrip yang diberikan oleh perguruan tinggi adalah belum cukup. Untuk meraih sukses di dalam meniti karir dan bahkan kehidupan, selain pendidikan formal, juga dibutuhkan beberapa kualitas pribadi tertentu dari seseorang yang cocok dengan tuntutan tugas dan pekerjaan yang akan ditekuni (Suharnan, 2002).

Sukses dan Karakteristik Orang Sukses

Setiap orang tentu ingin sukses baik di dalam menempuh karir maupun kehidupan secara umum. Meski demikian, sukses itu sendiri merupakan istilah yang sulit diartikan dengat tepat, karena bersifat relatif dan berbeda beda bagi masing-¬masing orang, tergantung dari sudut mana mereka memandang. Meski demikian, terdapat sejumlah indikator umum vang sering melekat pada istilah sukses. Di dalam bahasa sehari hari “sukses” juga sering disebut “berhasil” atau keberhasilan”. Dengan demikian, sebutan orang sukses boleh jadi sama dengan orang berhasil.
Secara harfiah sukses dapat diartikan sebagai penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Jadi, seseorang dikatakan sukses dalam bertugas apabila ia telah menyelesaikan tugas yang, diberikan kepadanya. Menurut pengertian yang lebih luas, sukses di dalam hidup dapat diartikan sebagai proses mengejar dan mewujudkan tujuan tujuan sasaran sasaran penting di dalam kehidupan seseorang. Di dalam kehidupan sehari hari istilah sukses biasanya dikaitkan dengan kepemilikan materi (kekayaan) yang banyak, penghasilan atau gaji yang tinggi, pangkat, kedudukan atau jabatan tertentu (kekuasaan), dan karir yang mapan. Di samping itu, sukses juga sering dikaitkan dengan prestasi puncak, tingkat ketenaran, dan penghargaan prestisius yang pernah diperoleh seseorang, misalnva di bidang olah raga, kepemimpinan. kewirausahaan sosial dan seni budaya, politik, dan penemuan ilmiah.
 
Sudah tentu semua yang berkaitan dengan sukses tersebut diraih orang melalui proses yang panjang dan berliku. Di samping bekerja keras orang juga harus sanggup mengatasi berbagai kesulitan , tantangan dan hambatan. Di sini dibutuhkan sejumlah kualitas penting dari diri pribadi orang itu agar dapat meraih sukses sebagaimana yang diinginkan. Banyak contoh orang meraih sukses setelah mereka menjalani dan menekuni pekerjaan selama bertahun tahun, bahkan lebih dari dua puluh tahun, yang dulunya dimulai dari usaha kecil yang seolah tidak berarti apa apa, dengan menjalani kehidupan yang serba susah dan penuh dengan keprihatinan. Secara prinsip dapat dikatakan bahwa tidak ada satupun sukses yang diraih seseorang hanya semalam dan tanpa jerih payah. Sukses dalam arti sebenarya selalu diraih oleh seseorang dengan kerja keras dan jerih payah, baik secara fisik maupun mental (pikiran) di dalam jangka waktu yang cukup lama.
Bedasarkan wawancara. terhadap 50 orang sukses terkenal yang dilakukan oleh Edward de Bono (1991), secara. umum dapat disimpulkan bahwa peran kemampuan intelektual terhadap sukses tidak menonjol. Justru, faktor kepribadian (bukan intelektual) berperan sangat besar untuk, meraih sukses di dalam hampir segala keadaan dan bidang pekerjaan. Faktor kepribadian yang sangat penting adalah energi, persistensi, determinasi, dan kekerasan. hati. Di samping itu, juga dapat ditambahkan di antaranya adalah adanya tindakan, integritas dan harapan untuk sukses kemampuan untuk berpikir besar, kemampuan menetapkan tujuan dan target, dan juga. bermimpi; kreativitas, upaya memanfaatkan dan menciptakan peluang, ada semangat dan gairah serta. kesediaan untuk  membuat sesuatu terjadi.

Agar mudah diingat, kualitas pribadi yang menjadi kunci sukses tersebut dapat dijabarkan dari singkatan huruf huruf yang ada pada kata SUKSES itu sendiri (Suharnan, 2006).
Karakteristik Pribadi Sukses
SUKSES
S = Sasaran
U = Ulet
K = Komitmen
S = Serius
E = Energi
S = Suka tantangan

1. Sasaran
a. Mempunyai angan angan, cita cita, impian sebagai gambaran masa depan
jauh.
b. Mempunyai sasaran dan target jangka pendek dan panjang.
c. Mempunyai keyakinan kuat dan harapan untuk menjadi sukses.
d. Mempunyai obsesi dan berpikir besar.

2. Ulet
a. Kekerasan hati (gigih, bertekad kuat) dalam berusaha sampai berhasil.
b. Tekun, sabar, dan konsisten dalam bekerja.
c. Pantang menyerah ketika menghadapi kesulitan dan hambatan.
d. Tahan banting

3. Komitmen
a. Selalu berorientasi pada tujuan yang telah ditetapkan.
b. Bertanggung jawab dalam tindakan yang dilakukan.
c. Berpegang teguh pada janji yang pernah dibuat.
d. Jujur pada diri sendiri dan orang lain.
e. Marnpu menunda kesenangan sesaat dan mengendalikan diri.
f. Tidak suka menunda pekerjaan.

4. Serius
a. Bersungguh sungguh dalam bekerja atau melaksanakan tugas.
b. Tidak bekerja asal jadi, tetapi bekerja dengan standar kualitas yang baik.
c. Sanggup berkonsentrasi/fokus pada tugas dalam jangka cukup lama.
d. Bekerja secara maksirnal.

5. Energi
a. Memiliki energi fisik dan stamina yang prima; sehat, tidak gampang sakit.
b. Memiliki energi mental (pikiran) cukup, tidak mudah jenuh, atau lelah.
c. Memiliki semangat tinggi dan kemauan bekerja keras untuk meraih sukses.

6. Suka Tantangan
a. Memanfaatkan peluang.
b. Menciptakan peluang.
c. Sanggup menerima tugas baru tidak menolak sebelum dicoba dilakukan.
d. Mencari sesuatu yang belum pernah dilakukan.
e. Mengambil inisiatif sendiri tanpa tergantung pada orang lain.
f. Mampu menentukan sendiri target dan sasaran yang akan dicapai.

Kiat Kiat Membangun Pribadi Sukses

0leh karena sukses di dalam bidang,apapun tidak datang, kepada seseorang, dengan tiba tiba. tetapi diperoleh melalui proses panjang, dan usaha vang, tidak kenal lelah, maka diperlukan modal kualitas diri pribadi vang memadai sebagaimana telah disebutkan di depan. Kiat kiat berikut dapat dilakukan oleh setiap orang, yang ingin memiliki kualitas pribadi sukses.

1. Membangun Kebiasan Kebiasaan Positif

Membiasakan diri untuk: (a) membuat perencanaan sebelum melakukan sesuatu kegiatan; dimulai dari hal hal kecil dan tugas tugas rutin misalnya mengajar dan memenuhi kebutuhan sehai hari. (b) Menetapkan tujuan, sasaran dan target tertentu untuk jangka pendek (mendesak) dan jangka panjang, kemudian mengambil langkah-¬langkah tertentu untuk melaksanakan dan mengevaluasi hasil hasilnya. (c) Bekerja atas dasar prioritas (bukan semua tugas dikerjakan di dalam waktu yang bersamaan), sehingga, energi dapat digunakan untuk hal hal yang lebih bermakna. (d) Sesekali melakukan tugas yang kompleks atau sulit (misalnya proyek), sehingga orang akan terlatih bekerja keras baik secara fisik maupun pikiran di dalam waktu cukup lama. (e) Berolahraga secara teratur dan menjaga pola makan yang sehat, agar energi fisik tersedia cukup besar dan stamina kerja tetap prima, dan badan selalu sehat tanpa gangguan penyakit yang berarti.

2. Menanamkan Motivasi Intrinsik di dalam Bekerja
Di dalam menjalankan suatu tugas, telah dikenal antara lain adanya dua jenis motivasi, yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Orang dikatakan memiliki motivasi intrinsik apabila orang menialankan tugas demi mencapai kepuasan psikologis atau tanggung jawab pribadi. Sebaliknya, orang dikatakan memiliki motivasi ekstrinsik, apabila ia menjalankan tugas demi memperoleh imbalan dari luar, misalnya uang, materi, penghargaan atau jabatan.
Di dalam konteks motivasi itu, agar mencapai sukses maka seseorang guru harus lebih berorientasi pada motivasi intrinsik daripada ekstrinsik di dalam menjalankan tugas profesinya. Sebab, dengan motivasi intrinsik orang akan bekerja secara maksimal sesuai dengan kapasitasnya, yang seringkali melampaui tuntutan tugas yang semestinya: dengan motivasi ekstrinsik orang akan bekerja secukupnya sesuai dengan imbalan yang akan diterimanya, bahkan sering di bawah standar yang ditetapkan. Salah seorang sukses pernah mengatakan: “jika uang yang dijadikan motivasi. biasanya orang akan gagal”. Jadi jika seorang guru sebagai pegawai negeri atau swasta dengan gaji bulanan yang tidak mencukupi untuk kebutuhan hidup layak, dapat dipastikan kinerja guru akan jauh dari standar yang telah ditetapkan manakala motivasi utama guru adalah uang sebagai imbalannya. Padahal, biasanya materi, uang dan jabatan akan mengikuti dengan sendirinya, ketika seseorang memperoleh kepuasan psikologis dari bekerja bersungguh sungguh dan berorientasi pada kualitas. Oleh karena itu, yang harus dikedepankan seseorang di dalam melaksanakan tugas adalah motivasi intrinsik tanpa mengabaikan motivasi ekstrinsik.

3. Melanjutkan Pendidikan ke Jenjang lebih Tinggi
Perjalanan karir di bidang apa saja termasuk sebagai guru adalah tidak statis, tetapi sering mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan jaman. Oleh sebab itu, setiap guru harus selalu meningkatkan kompetensi dan profesionalitas. Di antaranya yang penting adalah menempuh pendidikan formal pada jenjang yang lebih tinggi, rnisainya sarjana (Sl), magister (S2), bahkan doktor (S3). Sebagai catatan, sekarang guru guru di sekolah dituntut harus memiliki ijasah Sarjana (SI). Bahkan banyak guru baik sekolah dasar maupun sekolah menengah yang sudah berhasil menempuh program magister (S2).

4. Mengikuti Sertifikasi dan Pelatihan
Dalam rangka meningkatkan kompetensi dan profesionalitas, maka setiap guru harus ikut serta dalam program sertifikasi yang sekarang sudah dimulai oleh pemerintah. Guru guru yang ingin sukses di dalam karirnya tentu akan menyambut dengan senang hati dan penuh antusias terhadap program sertifikasi itu, bahkan mungkin minta diikutsertakan pada sesi sesi awal sehingga tidak perlu menunggu waktu yang lebih lama.
Sekarang adalah era informasi. komunikasi dan komputerisasi, seseorang harus memperkaya diri dengan mengikuti kursus kursus dan pelatihan petatihan, misalnya kursus, atau pelatihan manajemen dan kepemimpinan, teknologi informasi (komputer), pengembangan pribadi sukses, keterampilan komunikasi dan hubungan interpersonal, dan bahasa asing. Juga, berpartisipasi aktif di dalam berbagai kegiatan diskusi dan seminar terutama yang ada kaitannya dengan dunia pendidikan.

5. Memilih Lingkungan yang Kondusif
Bagaimanapun juga lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku sesorang (positif atau negatif). Agar memperoleh banyak manfaat positif dari lingkungan, seseorang harus memilih lingkungan dan pergaulan vang menunjang profesinya. Misalnya. seorang guru dapat bergabung dengan organisasi profesi guru (PGRI), guru bidang studi yang sesuai dengan tugas mengajarnya, misalnya bimbingan konseling (BP), IPA dan matematika: bergaul dan bertukar pikiran dengan guru guru lain dan orang orang yang menaruh minat besar terhadap dunia pendidikan.

6. Membaca Buku dan Menemukan Orang Sukses sebagai Idola
Membaca buku buku sejarah kehidupan orang orang sukses dan terkenal baik di tingkat daerah, nasional maupun internasional (misalnva pendidik, penemu, negarawan, pelaku bisnis, peraih medali emas atau hadiah nobel, dan tokoh tokoh masyarakat) akan memberikan aspirasi dan pengetahuan yang penting bagi kita. Di samping itu, dengan mengetahui pengalaman pengalaman mereka kita juga dapat menemukan salah satu di antara orang orang sukses sebagai model (orang sukses yang dijadikan idola), yang dapat kita tiru. dan ikuti jejaknya.
Untuk menemukan beberapa orang sukses yang akan dijadikan sebagai idola atau contoh panutan, selain membaca buku riwayat hidup mereka, juga dapat dilakukan melalui tatap muka langsung misalnya mewawancarai mereka, atau mengikuti berita berita pada media masa yang memuat bagaimana kiprah dan keberhasilan yang pernah dicapai oleh mereka.

7. Mengunjungi Tempat Tempat Penting
Seorang harus banyak bepergian untuk berkunjung ke berbagai tempat penting dan bersejarah baik di dalam negeri maupun luar negeri, Misalnya mengunjungi sekolah yang lebih maju dalam rangka studi banding, musium, pusat bisnis atau pemerintahan (juga keraton), pusat pementasan karya seni budaya, dan bangunan megah. Di samping itu, seseorang juga. dapat mengunjungi kelompok masyarakat khusus, misalnya suku primitif atau sebaliknya, masyarakat modern.
Demikian, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para guru guru dan kita semua yang ingin menjadi bagian dari orang orang sukses. Akhir kata: .”Anda akan sukses kalau anda mau”.
oleh:Prof. Dr. Suharnan, MS.- Guru besar Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Daftar Bacaan

De Bono, E. (1991).Taktik dan Kiat Ilmu Sukses, Alih bahasa oleh Agus Maulana. Jakarta: Bina Aksara.
McRae, H. (1995).The World in 2020. Alih bahasa oleh Anton Adiwijoto. Jakarta: Bina Aksara.
Sternberg, R.J. (1997). Succesful intelligence: How practical and creative intelligence detemine success. NY: A Plume Book,.
Suharnan (1997), Pemberdayaan masyarakat global dalarn kerangka pemikiran psikologis. Anima, jurnal Psikologi Indonesia, 12, 290-295.

Menjadi Guru Profesional

Dalam manajemen sumber daya manusia, menjadi profesional adalah tuntutan jabatan, pekerjaan ataupun profesi. Ada satu hal penting yang menjadi aspek bagi sebuah profesi, yaitu sikap profesional dan kualitas kerja. Profesional (dari bahasa Inggris) berarti ahli, pakar, mumpuni dalam bidang yang digeluti.
 
Menjadi profesional, berarti menjadi ahli dalam bidangnya. Dan seorang ahli, tentunya berkualitas dalam melaksanakan pekerjaannya. Akan tetapi tidak semua Ahli dapat menjadi berkualitas. Karena menjadi berkualitas bukan hanya persoalan ahli, tetapi juga menyangkut persoalan integritas dan personaliti. Dalam perspektif pengembangan sumber daya manusia, menjadi profesional adalah satu kesatuan antara konsep personaliti dan integritas yang dipadupadankan dengan skil atau keahliannya.
 
Menjadi profesional adalah tuntutan setiap profesi, seperti dokter, insinyur, pilot, ataupun profesi yang telah familiar ditengah masyarakat. Akan tetapi guru…? Sudahkan menjadi profesi dengan kriteria diatas. Guru jelas sebuah profesi. Akan tetapi sudahkah ada sebuah profesi yang profesional…? Minimal menjadi guru harus memiliki keahlian tertentu dan distandarkan secara kode keprofesian. Apabila keahlian tersebut tidak dimiliki, maka tidak dapat disebut guru. Artinya tidak sembarangan orang bisa menjadi guru.
 
Namun pada kenyataanya, banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan profesi terakhir. Kurang bonafide, kalau sudah mentok tidak ada pekerjaan lain atau sebuah status sosial yang lekat dengan kemarginalan, gaji kecil, tidak sejahtera malah dibawah garis kemisikinan. Bahkan guru ada yang dipilih asal comot yang penting ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan.Ujung tombak pejuang pengentas kebodohan. Bahkan guru adalah mata rantai dan pilar peradaban dan benang merah bagi proses perubahan dan kemajuan suatu masyarakat atau bangsa.
Mengingat guru adalah profesi yang sangat idealis, pertanyaannya adakah guru profesional itu…? Dan bagaimana melahirkan sosok guru yang profesional tersebut…?

Guru Profesional

Kalau mengacu pada konsep di atas, menjadi profesional adalah meramu kualitas dengan intergiritas, menjadi guru pforesional adalah keniscayaan. Namun demikian, profesi guru juga sangat lekat dengan peran yang psikologis, humannis bahkan identik dengan citra kemanusiaan. Karena ibarat sebuah laboratorium, seorang guru seperti ilmuwan yang sedang bereksperimen terhadap nasib anak manusia dan juga suatu bangsa.Ada beberapa kriteria untuk menjadi guru profesional.
 
Memiliki skill/keahlian dalam mendidik atau mengajar
Menjadi guru mungkin semua orang bisa. Tetapi menjadi guru yang memiliki keahlian dalam mendidikan atau mengajar perlu pendidikan, pelatihan dan jam terbang yang memadai. Dalam kontek diatas, untuk menjadi guru seperti yang dimaksud standar minimal yang harus dimiliki adalah:
•    Memiliki kemampuan intelektual yang memadai
•    Kemampuan memahami visi dan misi pendidikan
•    Keahlian mentrasfer ilmu pengetahuan atau  metodelogi pembelajaran
•    Memahami konsep perkembangan anak/psikologi perkembangan
•    Kemampuan mengorganisir dan problem solving
•    Kreatif dan memiliki seni dalam mendidik

Personaliti Guru

Profesi guru sangat identik dengan peran mendidik seperti membimbing, membina, mengasuh ataupun mengajar. Ibarat sebuah contoh lukisan yang akan ditiru oleh anak didiknya. Baik buruk hasil lukisan tersebut tergantung dari contonya. Guru (digugu dan ditiru)  otomatis menjadi teladan. Melihat peran tersebut, sudah menjadi kemutlakan bahwa guru harus memiliki integritas dan personaliti yang baik dan benar. Hal ini sangat mendasar, karena tugas guru bukan hanya mengajar (transfer knowledge)  tetapi juga menanamkan nilai – nilai dasar dari bangun karakter atau akhlak anak.
 
Memposisikan profesi guru sebagai  The High Class Profesi
Di negeri ini sudah menjadi realitas umum  guru bukan menjadi profesi yang berkelas baik secara sosial maupun ekonomi. Hal yang biasa, apabila menjadi Teller di sebuah Bank, lebih terlihat high class dibandingkan guru. jika ingin menposisikan profesi guru setara dengan profesi lainnya,  mulai di blow up bahwa profesi guru strata atau derajat yang tinggi dan dihormati dalam masyarakat. Karena mengingat begitu fundamental peran guru bagi proses perubahan dan perbaikan di masyarakat.
 
Mungkin kita perlu berguru dari sebuah negara yang pernah porak poranda akibat perang. Namun kini telah menjelma menjadi negara maju yang memiliki tingkat kemajuan ekonomi dan teknologi yang sangat tinggi. Jepang merupakan contoh bijak untuk kita tiru. Setelah Jepang kalah dalam perang dunia kedua,  dengan dibom atom dua kota besarnya, Hirohima dan Nagasaki, Jepang menghadapi masa krisis dan kritis kehidupan berbangsa dan bernegara yang sangat parah. Namun ditengah kehancuran akibat perang, ditengah ribuan orang tewas dan porandanya infrastruktur negaranya, Jepang berpikir cerdas untuk memulai dan keluar dari kehancuran perang. Jepang hanya butuh satu keyakinan, untuk bangkit. Berapa guru yang masih hidup…?
Hasilnya setelah berpuluh tahun berikut, semua orang terkesima dengan kemajuan yang dicapai Jepang. Dan tidak bisa dipungkiri, semua perubahan dan kemajuan yang dicapai, ada dibalik sosok Guru yang begitu dihormati dinegeri tersebut.
 
ini, lihatlah Indonesia, negara yang sangat kurang respek dengan posisi guru. Negara yang kurang peduli dengan nasib guru. Kini lihatlah hasilnya. Apabila mengacu pada Human Index Development (HDI), Indonesia menjadi negara dengan kualias SDM yang memprihatinkan. Berdasarkan HDI tahun 2007,  Indonesia berada diperingkat 107 dunia dari 177 negara. Bila dibandingkan dengan negara sekitar, tingkat HDI Indonesia jauh tertinggal.Contoh Malaysia berada diperingkat 63,  Thailand 78, dan Singapura 25. Indonesia hanya lebih baik dari Papua Nugini dan Timor Leste yang berada diposisi 145 dan 150.
HDI merupakan potret tahunan untuk melihat perkembangan manusia di suatu negara. HDI adalah kumpulan penilaian dari 3 kategori, yakni kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Menjadi jelaslah bahwa, sudah saatnya Indonesia menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan. Apabilah hal ini tidak dibenahi, bukan hal mustahil daya saing dan kualitas manusia Indonesia akan lebih rendah dari negara yang baru saja merdeka seperti Vietnam atau Timor Leste.

Program Profesionalisme Guru

•    Pola rekruitmen yang berstandar dan selektif
•    Pelatihan yang terpadu, berjenjang dan berkesinambungan (long life eduction)
•    Penyetaraan pendidikan dan membuat standarisasi mimimum pendidikan
•    Pengembangan diri dan motivasi riset
•    Pengayaan kreatifitas untuk menjadi guru karya (Guru yang bisa menjadi guru)

Peran Manajeman Sekolah

•    Fasilitator program Pelatihan dan Pengembangan profesi
•    Menciptakan jenjang karir yang fair dan terbuka
•    Membangun manajemen dan sistem ketenagaan yang baku
•    Membangun sistem kesejahteraan guru berbasis prestasi

Bagaimana menjadi guru yang baik (Profesional)..?

Tidak mudah menjadi guru yang baik, dikagumi dan dihormati oleh anak didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.

Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika berbicara di muka kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang disampaikan.

Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar, memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda.
 
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita memiliki kesadaran ini, maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-contoh itu agak konyol.


Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar.

Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan mudah tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah remaja yang masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita. Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima materi pelajaran yang kita berikan.

Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan memarahi siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain sementara kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti ini, berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan belajar. Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap pendidikan/pengajaran kita akan berhasil.

Keenam. Memiliki rasa malu dan rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru harus memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu untuk melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari akibat perbuatan salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini maka setiap perbuatan yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita kendalikan dan dipertimbangkan kembali apakah akan terus dilakukan atau tidak.

Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri ini banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi kenyataannya negeri ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini, jangan membandingkan penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang lain/pegawai dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”

Kedelapan. Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan murid/jangan membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar ataupun berada di lingkungan lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa (yang salah sekalipun) di muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan bicaralah dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.

Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi penilaian kepada siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang pandai/mampu dan siswa yang kurang pandai/kurang mampu Serta tidak memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di hadapan siswa yang kurang pandai.

Rujukan: http://desireminsa.multiply.com/journal/item/3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar